Rambu-Rambu Ta'addud Yang Harus Ditaati
Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 3:
"Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Ayat inilah yang secara gamblang menjelaskan hukum Allah Ta'ala mengenai ta'addud az-zawjaat. Ayat ini dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskannya - menunjukkan kepada manusia bahwa izin Allah Ta'ala bagi seorang lelaki Muslim untuk beristri lebih dari seorang disertai pula dengan sejumlah batasan sebagai alat quality control!
![]() |
Gambar: http://www.resiprositi.com |
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, 'Urwah bin Az-Zubair, putra Asma binti Abu Bakar dan kemenakan 'Aisyah radhiyallahu'anhuma, suatu kali bertanya kepada sang bibi makna ayat tersebut. Lalu 'Aisyah menjawab, "Ayat ini merujuk kepada seorang gadi piatu yang karena berada dalam penjagaan seseorang, lalu membagi kekayaannya dengan si wali. Kekayaan atau kecantikan gadis ini menarik perhatian si wali, yang lalu berniat menikahinya tanpa memperlakukannya dengan adil (memberikan mahar yang setara dengan mahar yang biasanya diperoleh seorang gadis).
Maka seseorang yang menjadi wali seorang gadis yatim dilarang menikahi gadis itu, kecuali bila memperlakukannya dengan adil dan setara dengan perempuan lain yang tidak di dalam penjagaan si wali tersebut dengan cara memberikan mahar yang sama banyaknya dengan yang akan diberikan si lelaki itu kepada perempuan lain. Seorang wali dalam posisi seperti ini telah diperintah (oleh Allah) untuk memalingkan pandangannya dari si yatim yang ada dalam penjagaannya, dan menikahi saja perempuan lain.
ADIL DARI AWAL
Sungguh jelas bahwa Allah Ta'ala memerintahkan seorang lelaki untuk berhati-hati dalam urusan pernikahan. Sikap berhati-hati ini sudah dimulai dengan diperintahkannya seorang lelaki untuk meraba dulu kemampuannya lahir dan batin.
Bukankah kata Allah Ta'ala di dalam surah An-Nisa ayat 3, "Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.... Yang demikian demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya...."?
Kalau seorang lelaki khawatir bahwa dia tak akan mampu bersikap adil kepada seorang perempuan (dalam hal ini, si gadis yatim dalam penjagaannya, namun juga dengan perempuan yang sudah menjadi istrinya), maka dia dicegah melakukan ta'addud.
Allah Ta'ala juga berfirman dalam surah yang sama ayat 129: "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Apa penjelasan dari dua ayat yang seolah bertentangan ini? Mencegah ta'addud bila khawatir tidak adil, di satu ayat, dan mengatakan bahwa sudah pasti seorang lelaki tidak akan bisa berlaku adil?
Al-Qurthubi mengatakan, "Allah yang Mahasuci telah memberitahu kepada hambaNya bahwa keadilan tidak bisa ditegakkan di antara para istri dalam hal kasih sayang, kemesraan dan kecenderungan hati. Allah yang Mahasuci dengan demikian menunjukkan bahwa adalah bagian dari sifat manusia, human nature, bahwa dia tidak bisa mengendalikan kecenderungan hati yang lebih besar ke arah seorang dari pada ke orang lainnya.
Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu memperlakukan istri-istrinya dengan adil dalam hal belanja, lalu berdoa, "Ya Allah, dengan cara inilah aku melakukan keadilan kepada istri-istriku - dalam hal yang dapat aku kendalikan, maka ya Allah janganlah salahkan aku dalam hal-hal yang tak mampu aku kendalikan dan dalam hal-hal yang sepenuhnya ada dalam penguasaanMu.' Allah juga melarang seorang lelaki untuk secara berlebihan mengikuti kecenderungan hatinya kepada salah seorang istri saja dengan membiarkan istri yang lain menderita."
Dalam salah satu hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau berkata, "Seseorang yang memiliki dua orang istri yang tidak diperlakukannya dengan adil, akan maju ke Pengadilan Allah nanti dalam keadaan miring." (Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
PERLAKUAN
Memang secara umum keadilan yang dimaksud adalah yang bersifat fisik dan material - karena seorang lelaki tidak bisa dipaksa untuk mengatur hatinya agar mencintai semua istrinya dengan kadar yang sama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri menunjukkan human nature ketika beliau mengatakan bahwa yang paling beliau cintai dari kalangan perempuan adalah 'Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu'anha, dan dari kalangan lelaki adalah Abu Bakar radhiyallahu'anhu.
Jadi, Allah Ta'ala sudah mengisyaratkan tidak adanya kemampuan seorang lelaki untuk bersikap adil dalam soal kecenderungan hati. Apakah itu berarti sudah tidak ada hambatan sedikitpun bagi seorang lelaki untuk menikah lebih dari seorang?
Jangan lupa, di luar urusan hati, masih banyak kewajiban yang harus dipenuhi seorang lelaki sebelum dapat menikah lagi. Misalnya soal capability alias kemampuan materi dan kemampuan fisik (misalnya, kesehatan dan energi yang cukup untuk melayani kebutuhan fisik semua istri dan kebutuhan perhatian, waktu, pendidikan serta kasih sayang anak-anaknya).
Seorang lelaki yang tidak memiliki kemampuan fisik dan material dalam menghidupi lebih dari seorang istri (dan anak-anaknya) dicegah dari melakukan ta'addud. Kalau dengan seorang istri dia masih harus kerap berutang untuk mencukupi kebutuhan rumahtangganya yang sekarang, mengapa seorang lelaki berpikir bahwa dia akan mampu mencukupi semua kebutuhan rumah tangga yang baru?
Kalau sang istri masih harus bekerja memenuhi kebutuhan anaka-anak dan rumah tangga - yang sebenarnya adalah tanggung jawab si suami - maka mengapa si lelaki mengira bahwa dia cukup layak untuk mengambil istri baru? Kalau seorang istri masih harus banting tulang menyelesaikan semua kerepotan pengurusan rumah tangga - termasuk masalah kesehatan dan pendidikan anak-anak - maka mengapa si lelaki mengira dia cukup layak menjadi pengayom rumah tangga lebih dari satu?
Dikutip dari Majalah Alia, oleh: Annisa Mardhatillah
Posting Komentar untuk "Rambu-Rambu Ta'addud Yang Harus Ditaati"