Peuyeum, Tape Ketan, Brem, Halalkah?
Di sejumlah daerah, tape beras ketan menjadi suguhan wajib dalam hajatan. Terkemas dalam bungkusan kecil daun pisang, penganan ini bisa langsung dimakan, atau dicampur es. Bisa juga tape diseduh dengan air panas dan gula pasir. Di pasar swalayan, juga mudah dijumpai tape ketan dalam kemasan plastik. Biasanya diberi zat pewarna.
![]() |
Gambar: http://www.bacaterus.com |
Sebagian orang lebih suka menyantap tape ketan yang sudah berbuih. Begitu bungkusnya dibuka, srenggg, aroma tajam menyergap hidung. Itu pertanda tape ketan telah beralkohol tinggi.
Kalau sudah begitu, masih halalkah dikonsumsi?
KADAR ALKOHOL
Tape ketan, seperti biasa dibuat secara tradisional, diproduksi dengan memasak ketan seperti menanak nasi. Kalau hasilnya ingin berwarna hijau seperti tape ketan khas Muntilan, Jawa Tengah, tambahkan pewarna hijau pada air tanakan.
Ketan masak dianginkan di atas nampan beralas daun pisang atau plastik, sampai kira-kira setengah hari hingga dingin, lalu ditaburi ragi tape secukupnya. Setelah itu, tape dipindahkan sedikit demi sedikit ke wadah plastik berisi larutan gula putih pada suhu kamar. Kemudian wadah ditutup rapat, dan diperam 3-5 hari. Terjadilah proses fermentasi yang menghasilkan alkohol.
Proses alkoholic fermentation itu ditandai dengan munculnya air, buih dan gelembung (gas CO2) pada tape ketan.
Sebuah hasil penelitian mengenai tape ketan tradisional, pernah dilaporkan di jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition, volume 52 halaman 347 - 357 tahun 2001.
Tahapannya, 200 gram beras ketan dicuci, direndam selama dua jam, lalu dikukus 10 menit. Beras ketan itu dibasahi dengan air dengan cara merendamnya sebentar, kemudian dikukus lagi 10 menit, didinginkan, lalu diinokulasi dengan 2 gram starter (berupa ragi tape Tebu dan NKL), dimasukkan ke cawan petristeril, lalu difermentasi pada suhu 30 derajat Celsius selama 60 jam.
Berikut adalah kadar etanol yang diperoleh berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kit yang diperoleh dari Boehringer Mannheim.
Lama Fermentasi (jam) | Kadar Etanol (%) |
0 | tak terdeteksi |
5 | 0,165 |
15 | 0,391 |
24 | 1,762 |
36 | 2,754 |
48 | 2,707 |
60 | 3,380 |
Dari data di atas terlihat bahwa setelah fermentasi dua hari (48 jam) saja kadar alkohol tape telah mencapai 2,7% sedangkan setelah 2,5 haru (60 jam) kadarnya menjadi 3,3%.
Kadar alkohol itu akan terus naik linear, walaupun pada saatnya akan mencapai titik maksimum.
Padahal, merujuk pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Agustus 2000, yang disebut minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1% (satu persen). Jelaslah, tape ketan sangat beresiko untuk dikonsumsi.
YANG HALAL
Ketika belum direbus, tape ketan sudah mengalami fermentasi alamiah. Dimasukkan ke dalam kulkas pun pada suhu 4-10 derajat Celsius, ia masih akan mengalami fermentasi meskipun lambat. Karena itu, kalau sudah berair apalagi sampai keluar buihnya, sebaiknya tape ketan jangan dikonsumsi.
Sampai hari pertama setelah dibuat, tape ketan padat (belum berair) mungkin masih boleh dikonsumsi. Untuk memastikannya, memang perlu penelitian dan kajian lebih lanjut. Jika tape ketan dapat disimpan di kulkas, sebaiknya segera dikonsumsi dalam jangka waktu seminggu.
TAPE SINGKONG
Hal yang sama berlaku bagi tape singkong. Kemungkinan (lagi-lagi perlu penelitian dan kajian lebih lanjut) tape singkong masih boleh dikonsumsi selama masih berbentuk padat (belum berair).
Jika tape singkong direbus, proses fermentasi terhenti. Apalagi disimpan di freezer (suhu -20 derajad Celsius) tentu akan tahan berbulan-bulan. Tapi, sekali lagi, ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Yang jelas, tape singkong akan lebih banyak kandungan alkoholnya bila ditumpuk. Dengan cara ini, kondisi tape lebih bersifat anaerobik; sehingga menurut fenomena "Pasteur Effect" maka produksi alkohol menjadi lebih banyak.
Bila tape singkong digantung seperti peuyeum Bandung, cenderung lebih manis, karena lebih aerobik. Pada kondisi yang lebih aerobik ini, yeast (ragi) cenderung lebih banyak menghasilkan amilase dan atau amiloglukosidase, ketimbang alkohol.
Oleh sebab itu, relatif lebih aman mengonsumsi peuyeum Bandung.
BREM
Brem, sebagaimana dijelaskan dalam Handbook of Indigenous Fermented Foods (Steinkraus, 1995, Indonesian Brem, hal. 477-480), ada 3 jenis. Yaitu brem Madiun, Wonogiri, dan brem Bali. Brem Madiun dan Wonogiri berbentuk padat, sedangkan brem Bali cair. Brem Bali diproduksi di Bali dan Lombok. Selain digunakan untuk teler, ia juga pelengkap kegiatan ritual agama Hindu, yaitu upacara bute kala.
Dalam situs www.baliaga.com dijelaskan, brem Bali dibuat melalui proses fermentasi menggunakan jamur tertentu untuk mengurai karbohidrat (glukosa) menjadi ether. Bahan bakunya terdiri: beras ketan, beras ketan hitam, dan ragi tape.
Kedua jenis beras ketan dicampur jadi satu, terus direndam semalam. Selanjutnya ditiriskan, lalu dikukus sampai matang (menjadi nasi). Nasi ketan didinginkan di suatu ruang. Setelah itu diberi ragi yang telah dihaluskan, dicampur merata, kemudian dibungkus dengan plastik atau daun pisang. Bungkusan selanjutnya didiamkan (difermentasikan) selama 3-5 hari, sampai terbentuk tape. Lalu, tape dipres untuk mendapatkan cairannya, ampasnya dibuang. Cairan tape didiamkan semalam, setelah itu dipasteurisasi (direbus pada suhu di bawah titik didih) selama beberapa lama. Lantas didinginkan, ditambahkan ragi (khamir), dan selanjutnya disimpan selama 6 bulan. Setelah itu hasilnya bisa diminum atau dibotolkan.
Tak perlu ditanyakan lagi soal kehalalan brem cair semacam itu.
Brem Madiun berwarna putih kekuningan, beraroma asam manis, berukuran 0,5 x 5-7 cm. Sedangkan brem Wonogiri putih, manis, sangat larut, dan berbentuk empeng bulat berdiameter 5 cm.
Kedua brem dipercaya berkhasiat menstimulir peredaran darah, dan mencegah dermatitis (dikaitkan dengan kandungan vitamin B yang diproduksi oleh mikroba selama proses fermentasi).
Cara pembuatannya, tape ketan ditambah ragi dan difermentasi selama 5-8 hari (Madiun) atau 3-4 hari (Wonogiri). Hasilnya lalu diperas sehingga diperoleh juice tape ketan. Juice dididihkan hingga membentuk cairan kental/pekat (semi-solid). Lalu dituangkan ke dalam wadah plastik untuk didinginkan 8-12 hari (Madiun). Bisa juga dibentuk lempeng bulat di dalam batang bambu dan dibiarkan di suhu ruang selama 12-24 jam, lalu dikeringkan di bawah matahari selama 1 hari (Wonogiri).
Cairan asal pembuatan brem mengandung alkohol dan beberapa komponen padatan terlarut (gula-gula sederhana yang terdiri mono dan atau diskarida, asam-asam organik dan sorbitol). Sorbitol memberikan rasa dingin di lidah pemakan brem.
Ketika cairan tersebut dipanaskan, sebagian besar alkoholnya menguap. Yang lainnya, tinggal bersama sisa air. Kadar air brem padat yang diperdagangkan di bawah 15%.
Padatan yang dimakan sebagai brem padat, mengandung sebagian besar padatan terlarut (soluble solids, yaitu gula-gula sederhana, asam-asam organik dan sorbitol), sejumlah kecil vitamin, air, dan sedikit alkohol.
Kehalalan brem padat, tentu harus mempertimbangkan kehalalan bahan baku dan prosesnya. Jika tape ketan yang digunakan halal (belum jadi khamar), no problem.
Dikutip dari Majalah Alia
Posting Komentar untuk "Peuyeum, Tape Ketan, Brem, Halalkah?"