Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indahnya Pernikahan Sederhana

Banyak cara untuk menyelenggarakan sebuah pernikahan. Mengadakan pesta megah dengan bujet ratusan juta atau syukuran sederhana yang tak menghabiskan banyak dana. Mana yang lebih baik? Semua itu pilihan Anda masing-masing, apakah lebih ingin menyelenggarakan pernikahan yang mewah atau sederhana.

Di satu sisi, terkadang memang seringkali kita harus terjebak dengan budaya bahwa pernikahan itu harus diselenggarakan besar-besaran. Setidaknya, harus mengundang banyak orang yang memang merupakan kerabat dan relasi dekat. Anggapan yang sudah terpatri adalah seseorang harus menyelenggarakan pesta pernikahan sesuai dengan kedudukannya di masyarakat.

Gambar: http://www.koswara.wordpress.com
Kalimat-kalimat seperti, "Masa sih seorang pejabat negara menyelenggarakan pernikahan anaknya hanya di masjid depan rumah," atau "Masa sih seorang pengusaha terkenal hanya mengundang 100 orang di pesta pernikahannya," seringkali terucap di berbagai pembicaraan.

Akhirnya, demi menepis omongan-omongan seperti itu, seseorang sudah otomatis memiliki pola pikir ia harus menyelenggarakan pernikahan yang sesuai dengan derajat kelasnya di masyarakat. Kalau ia seorang menteri, maka ia pun harus mengadakan pesta yang sesuai di gedung mewah karena akan dihadiri seorang presiden. Kalau ia seorang anggota DRP, maka ia harus menyediakan gedung resepsi yang besar dan menyebar undangan yang banyak karena memiliki banyak relasi. Jika ia seorang pemilik restoran, maka harus menyediakan makanan enak yang berlimpah ruah demi menjaga citra usahanya. Bahkan terkadang untuk ukuran orang yang biasa-biasa saja seperti pegawai negeri sipil golongan menengah tetap harus menyediakan dana besar untuk mengundang banyak orang demi menghindari omongan, "Kok mantu ngga ngundang-ngundang."

Ada pula yang suka merasa kesal bila ternyata tak masuk dalam daftar undangan pernikahan seseorang. Padahal ia merasa seharusnya bisa terlibat jauh dalam pernikahan tersebut karena merasa pernah dekat dengan si pengantin. Ujungnya ia pun ngedumel sendiri, "Saya mau membantu tapi kok malah tak diundang."

Hal-hal seperti inilah yang akhirnya membuat kita seringkali terjebak dalam konsep kebiasaan mengenai penyelenggaraan acara pernikahan yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran Islam. Lantas, sebenarnya bagaimana sih menyelenggarakan walimatul ursy yang sesuai ajaran Islam?

JANGAN HANYA ORANG KAYA

Menurut Ustadz Suparmana Harsa Sumarta, Kepala Pondok Pesantren Al-Kahfi, ada beberapa hal yang perlu dicermati untuk menyelenggarakan walimatul ursy' yang sesuai dengan syariat dan tak terdorong ke arah hal yang dilarang Islam.

Pertama, syukuran pernikahan sebaiknya tidak hanya mengundang orang-orang yang kaya, melainkan juga orang-orang yang tak mampu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seburuk-buruknya hidangan adalah makanan walimah, yang diundang untuk menghadirinya hanyalah orang-orang kaya, sedangkan orang-orang fakir tidak diundang..." (HR. Bukhari Muslim)

Kedua, berusaha menghindari kemaksiatan dalam menyelenggarakan acara walimah. Misalnya tidak menerapkan cara-cara yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti ada unsur perjudian, menghindari minuman keras, musik-musik yang tidak Islami, apalagi menghadirkan penyanyi yang menampakkan aurat dengan lagu-lagu yang tak Islami.

Ketiga, sebaiknya si empunya hajat tak menggantungkan sumbangan orang lain sebagai sumber dana untuk mengadakan acara pernikahan. "Walau sumbangan itu dianjurkan, tapi bukan untuk diharapkan," tuturnya. Sumbangan itu sebaiknya juga diberikan sebelum akad nikah berlangsung. Pemberian sumbangan ini sudah dicontohkan pada saat Ali bin Abi Thalib menikahi putri nabi, Fatimah.

Dalam sebuah hadits yang dibawakan Buraidah Ibnul Khasif, digambarkan "Ketika Ali bin Abi Thalib meminang Fatimah binti Muhammad, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kedua mempelai harus mengadakan walimah. Selanjutnya Sa'ad berkata: Saya akan menyumbang seeokor kambing. Yang lain menyahut: Saya akan menyumbang gandum sekian...sekian." Dalam riwayat lain: "Maka terkumpullah dari kelompok kaum Anshar sekian gandum." (HR. Ahmad dan Thabrani).

Keempat, menyelenggarakan pernikahan dengan cara yang sederhana. Tentu pengertian sederhana ini bisa bermakna luas. "Batasan sederhana ini sangat bergantung pada siapa yang mengadakan," tuturnya. Yang jelas, walimah tersebut dilakukan sesuai dengan kemampuan si penyelenggara. Jangan sampai melampaui batas kemampuan apalagi terbelit hutang.

Dari segi hidangan misalnya, jangan terpaku bahwa hidangan harus berlimpah ruah dan ada menu-menu tertentu wajib dihadirkan saat pesta pernikahan. Sesungguhnya lebih baik menghidangkan suguhan sederhana saja yang sesuai dengan kemampuan si penyelenggara. "Hanya sekadar makanan ringan dan air putih saja sudah cukup bila memang hanya mampu seperti itu," ungkapnya. Sesungguhnya kesederhanaan dalam walimah sudah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika memiliki rezeki lebih, beliau menyembelih kambing, namun ketika tidak memiliki apa-apa, walimah pun digelar sesuai kemampuan.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengadakan walimah untuk Zainab, yang tidak pernah diadakan untuk istri-istri beliau lainnya, dan beliau menyembelih seekor kambing." Namun saat mengadakan walimah dengan Shafiyyah binti Huyay radhiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tak menyembelih apa pun. Menurut Anas radhiyallahu 'anhu, Nabi pernah menginap tiga hari di suatu tempat antara Khabir dan Madinah buat menyelenggarakan pernikahan dengan Shafiyyah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu mengundang kaum Muslimin untuk menghadiri walimah beliau. Saat itu, para undangan tak disuguhi roti apa pun daging. Hidangan yang disajikan hanyalah kurma kering, gandum, dan minyak samin.

Hal ini diajarkan Rasulullah supaya menghindarkan umat Islam dari jeratan utang karena memaksakan diri mengadakan walimah di luar batas kemampuan. Untuk itu, sebaiknya kita mengadakan walimah sesuai dengan kemampuan kita. Jangan berlebih-lebihan pula, karena Islam tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.

Jadi, walaupun si penyelenggara orang yang kaya, jangan sampai membuat walimatul ursy' yang bersifat boros. Dengan mengadakan pesta pernikahan sederhana, kita telah menyelenggarakannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tetap memenuhi salah satu fungsi walimah untuk menyebarluaskan informasi perihal pernikahan kita. Insya Allah pernikahan yang seperti ini sungguh lebih baik ketimbang pernikahan mewah yang menghabiskan dana hingga ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyelenggarakan pernikahan sesederhana. Misalnya seperti hanya menyediakan nasi kotak bagi para undangan. Dengan begitu, ia tetap menjaga sunnah untuk menyebarluaskan informasi dengan menyelenggarakan walimah dan tetap bisa menghemat pengeluaran.

LEBIH UNTUNG

Sesungguhnya menyelenggarakan pernikahan yang sederhana juga mendatangkan banyak keuntungan. Pertama, secara syariat kita telah memenuhi tuntunan agama, tapi secara duniawi kita juga tetap bisa menjaga hubungan dengan para relasi dan kerabat. Selain itu, tentu kita bisa menghemat biaya dan tidak perlu menyediakan dana yang besar, sehingga tak perlu takut bangkrut usai menikah. Kalau pun kita memiliki uang lebih, uang tersebut bisa kita alokasikan untuk hal lain yang juga bermanfaat.

Misalnya, walau kita sebenarnya mampu untuk menyediakan makanan mahal, tapi daripada menyediakan hidangan prasmanan yang bisa mencapai Rp. 65.000 per porsi lebih baik menyediakan nasi kotak yang harganya hanya sekitar Rp. 15.000 hingga Rp. 25.000 per porsi. Sehingga, masih ada kelebihan dana yang bisa digunakan untuk keperluan lain, seperti menunaikan ibadah umrah bersama pasangan.

Tentu akan lebih seru dan asyik bila seusai menikah kita masih memiliki dana lebih untuk digunakan 'berbulan madu' ke tanah suci. Sungguh suatu hal yang indah bisa beribadah bersama dengan pasangan. Atau misalnya, bila orangtua sudah menyiapkan dana yang besar untuk resepsi pernikahan, kita bisa mengalokasikan sebagian kecil saja untuk biaya pernikahan ala kadarnya. Sementara sebagian besarnya digunakan sebagai uang muka untuk pembelian rumah. Lebih bermanfaat, bukan?

Kalau pun sudah memiliki rumah, uangnya bisa dipakai untuk membeli mobil atau persiapan kebutuhan buah hati kelak. Seperti diketahui, kebutuhan rumah tangga setelah menikah memang besar. Maka daripada digunakan secara maksimal untuk pesta pernikahan, lebih baik untuk kebutuhan setelah menikah yang tentunya akan lebih bermanfaat.

Sebagai contoh, seorang pebisnis sukses yang sebetulnya mampu menyelenggarakan pesta pernikahan megah bernilai ratusan juta rupiah, sebaliknya memilih tak menggunakan semua dana itu untuk walimatul ursy'. Melainkan hanya menggunakan sebagian saja dan mengalokasikan sisa dananya untuk hal lain, yaitu mengembangkan usahanya sehingga bisa lebih bermanfaat untuk anak dan istrinya kelak.

Sebetulnya ada pula alternatif lain, misalnya menikah hanya di hadapan wali dan saksi, tanpa mengundang orang dan melakukan penyebarluasan informasi menggunakan telepon, SMS, internet, twitter, dan lain sebagainya. Ini tentu bisa menghemat uang. Namun dengan begitu kita tak bisa menjalankan semua fungsi walimah, yang antara lain menjaga silaturrahim antarkeluarga, sebagai sarana sedekah bagi orang miskin karena bila mengadakan walimah kita disarankan mengundang orang miskin, serta menggembirakan semua pihak. Bila memang tak memiliki waktu luang atau uang, sungguh tak masalah mengadakan pernikahan seperti ini. Tapi kalau sebenarnya mampu baik dalam segi waktu maupun uang, maka sebaiknya walimah yang hukumnya sunnah tetap dijalankan.

TAPI, JANGAN KIKIR!

Ustadz Suparmana mengingatkan, agar jangan pula sampai terlalu kikir dalam membuat syukuran pernikahan. Jadi, sebaiknya tidaklah boros dan tidaklah pula kikir. Hal ini seperti termaktub dalam surat Al-Furqan ayat 67, "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Mahapengasih) orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar."

Yang jelas, tak perlu takut menikah karena harus dihantui pemikiran bahwa menikah memerlukan biaya yang besar. Tanpa biaya yang besar pun akad nikah dan walimatul 'ursy tetap bisa terselenggara. Insya Allah pernikahan dengan sederhana itu justru lebih barakah karena sesuai ajaran Islam.




Dikutip dari Majalah Aulia, oleh: Nuria Bonita

Posting Komentar untuk "Indahnya Pernikahan Sederhana"