Mau Barakah? Adakan Pesta Nikah Tanpa Syirik!
Aku sudah melewati prosesi adat, senang luar biasa, banyak nilai lain yang aku rasain, campur aduk perasaannya," tutur seorang artis pesinetron ibukota menjelang pernikahannya, sebagaimana dikutip sebuah media informasi.
Sementara itu, sebuah situs berita lainnya menceritakan salah satu prosesi yang marak dilakukan masyarakat dalam rangkaian prosesi pernikahan, yaitu acara siraman, yang dilakukan terhadap seorang artis film tersohor lainnya yang hendak melepas masa lajangnya, sebagai berikut.
"Para tamu duduk di bawah tenda yang berwarna putih dan coklat. Sebuah sesajen sebagai syarat prosesi diletakkan di depan pintu masuk rumah. Beberapa petugas keamanan berseragam menjaga ketat acara tersebut." Sementara untuk acara siraman calon mempelai pria, keluarga calon mempelai wanita pun telah menyiapkan air yang berasal dari 11 sumur dan siap untuk diantarkan ke tempat kediaman calon mempelai pria tersebut.
"Kita bawa airnya dari 11 sumur...," tutur seorang anggota keluarga calon mempelai wanita. Air 11 sumur itu nantinya akan digunakan untuk prosesi siraman calon mempelai pria yang merupakan anak salah seorang konglomerat negeri ini. Tak lupa keluarga calon mempelai wanita pun mengadakan pengajian sehari sebelum siraman.
Diberitakan pula bahwa di antara acara prosesi pernikahan itu adalah midodareni, di mana sang calon mempelai wanita membaca Al-Qur'an. Pada acara itu, hadirin dibuat menangis terharu mendengar lantunan Kitab Suci sang artis tersebut.
"Harapan kami, semoga pernikahan kami tidak hanya memberikan berkah hanya untuk kami berdua, tapi juga untuk orang banyak," tutur sang artis tersohor tersebut sebagaimana dikutip situs berita itu. Begitulah sekilas prosesi pernikahan para artis ibukota pada umumnya yang diberitakan di berbagai media informasi. Dari pemberitaan seperti ini dapat disimpulkan bahwa para artis yang bersangkutan beragama Islam.
![]() |
Gambar: http://www.nofieffendi.com |
MAU RIDHA ALLAH?
Muslim mana yang tak menghendaki ridha Allah dalam pernikahannya?
Pernikahan sebagai satu-satunya sarana yang diridhai Allah bagi sepasang Muslim dan Muslimah yang ingin menempuh hidup bersama, tentulah dilaksanakan oleh pasangan yang memang menginginkan ridha Allah melalui pernikahan itu. Karena mereka tahu bahwa jalan lain untuk dapat hidup bersama selain pernikahan, sama sekali tidak diperbolehkan, Allah melarang keras. Dan karena mereka juga tahu bahwa hanya dengan jalan pernikahanlah harga diri setiap Muslim dan Muslimah terpelihara.
Namun sudahkah dipastikan bahwa dalam sebuah rangkaian prosesi pernikahan tidak ada hal-hal yang dapat membatalkan datangnya ridha Allah serta turunnya rahmat-Nya? Atau bahkan mengundang kemarahan-Nya?
Tentu setiap pasangan calon pengantin Islam tak menghendaki pernikahan sucu mereka - karena ketidaktahuan mereka dan keluarga mereka - menjadi tak berarti di mata Sang Khalik. Bahkan membuat-Nya murka karena diiringi sejumlah prosesi yang bertentangan dengan prinsip Islam, bahwa pengabdian dan ibadah hanyalah ditujukan kepada Allah. Yaitu prosesi yang sadar atau tidak, sarat dengan aktivitas syirik terhadap Allah (menyekutukan Allah).
Boleh jadi dalam daftar acara prosesi pernikahan ada beberapa acara berbau keagamaan, seperti pengajian dan pembacaan Al-Qur'an, namun dalam daftar acara juga tercantum dan kemudian terlaksana acara-acara tertentu seperti meletakkan sesajen sebagai 'penjaga' pintu, 'penjaga' apai di dapur, 'penahan' hujan dan semacamnya. Untuk siapa diperuntukkan sesajen itu? Kepada siapa sebenarnya pengantin dan keluarga penyelenggara pernikahan itu meminta perlindungan? Kepada Allah sajakah? Adanya sesajen menunjukkan bahwa tidak hanya kepada Allah sajalah mereka berlindung dan berserah diri.
Allah tidak akan menerima pengabdian (ibadah) seorang hamba yang juga menyerahkan pengabdian tersebut kepada selain Allah, seperti kepada sang 'penolak bala' yang harus disuguhi sesajen. Entah seperti apa makhluk yang dinamakan si 'penolak bala' itu yang sangat suka pada sesajen sehingga sebagian masyarakat kita bahkan nampak lebih sibuk menyiapkan sesajen untuk 'penolak bala' dan dengan sadar atau tanpa sadar telah melupakan tujuan pernikahan yang sesungguhnya, yaitu meraih ridha Allah.
"Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (Al-Qur'an Surah Ar-Raad: 14)
"Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu." (Al-Qur'an Surah Al-An'aam: 136)
Saji-sajian yang diperuntukkan kepada selain Allah di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup, ditujukan para kafir Quraisy kepada berhala-berhala. Namun, 'berhala-berhala' yang boleh jadi tak nampak, namun diyakini keberadaannya sebagai 'pemilik kekuatan tertentu' yang mampu mendatangkan bala apabila tidak diberi sesajian (sesajen), maka fungsinya sama saja dengan berhala para kafir Quraisy di jazirah Arab kira-kira 1500 tahun yang lalu itu. Yaitu dianggap sebagai 'penolak bala' dan 'pendatang keberuntungan' selain Allah. Keduanya sama saja nilainya dalam Islam: syirik! Dan hukumnya sama saja: haram!
Selain bernilai syirik dan haram hukumnya, prosesi-prosesi semacam itu juga sangat merendahkan akal budi manusia yang Allah anugerahkan kepada kita. Bagaimana mungkin akal sehat dapat menghubungkan kepada keberkahan, keselamatan dan keberuntungan dengan sesajen yang diletakkan di depan pintu rumah?
Jika dikatakan 'hanya sebagai syarat', lalu syarat untuk mendapatkan apakah sesajen itu? Karena syarat adalah sesuatu yang harus ada untuk mendapatkan sesuatu. Misalnya, seorang yang dapat mengikuti tes masuk perguruan tinggi, syaratnya harus lulus SLTA. Jadi, jika ia tidak lulus SLTA, jangankan masuk perguruan tinggi, untuk mengikuti tes masuknya saja ia tidak bisa. Hubungan antara syarat dan sesuatu yang dikehendaki itu sangat jelas. Sekarang, apa hubungan antara sesajen dengan kelancaran prosesi pernikahan? Satu-satunya hubungan yang jelas adalah: syirik. Menyekutukan Allah. Dampaknya adalah tiadanya barakah dan jauhnya rahmat Allah dari pernikahan yang diselenggarakan dengan cara-cara semacam itu.
Betapa pun sebuah keluarga ingin menampakkan nuansa religius yang kental dengan mengadakan sejumlah acara yang seolah agamis dan Islamis, namun pada saat yang sama juga melakukan aktivitas-aktivitas syirik di sela-sela rentetan acara - atau bahkan acara itu sendiri - maka sebenarnya keluarga tersebut benar-benar sedang merusak kesucian pernikahan yang diselenggarakannya sendiri. Bila demikian, sesungguhnya ridha Allah dan pernikahan itu, jauh panggang dari api.
Agar terhindar dari jatuh kepada syirik dalam prosesi pernikahan yang hendak dilaksanakan di tengah-tengah keluarga, hendaknya setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan, mempelajari dan meneliti apa saja acara-acara prosesi pernikahan itu yang sesuai dengan ajaran Islam dan mana-mana saja yang justru bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama lain. Untuk mengetahuinya, tentu yang pertama kali dibutuhkan adalah mempelajari ajaran Islam sendiri mengenai pernikahan dan seluk-beluk penyelenggaraannya.
JANGAN ASAL IKUT TRADISI
Setelah mengetahui bagaimana pernikahan dalam Islam, dibutuhkan juga pengetahuan tentang prosesi pernikahan menurut adat budaya keluarga yang boleh jadi mengandung banyak sekali hal yang bertentangan dengan nilai dan semangat Islam. Hal ini diperlukan agar dapat menghindari hal-hal tersebut. Sebab, tidak sedikit juga keluarga-keluarga Muslim yang melakukan prosesi-prosesi penuh nilai syirik (menyekutukan Allah) karena tidak mengetahui kalau aktivitas-aktivitas yang dilakukannya tersebut adalah perbuatan syirik.
Nahasnya lagi, sebagian orang memang tidak mau tahu sehingga tidak mau mencari tahu, dan apabila diberi tahu selalu menolak, dengan alasan, "sudah tradisi leluhur." Padahal sikap mengikuti tradisi tanpa peduli bagaimana ajaran Islam memandangnya, dikecam keras dalam Al-Qur'an.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun setan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?" (Al-Qur'an Surah Luqman: 21)
Tuntunan Islam bagi kaum para pemeluknya adalah agar menyerahkan diri kepada Allah dengan tulus ikhlas dengan memegang kuat ajaran Islam, melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari sekuat yang mampu dilaksanakan, dan menjauhi perbuatan syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan selain-Nya, apa pun itu.
Bagi orang-orang yang mau memegang teguh tuntunan Islam ini dengan baik, Allah berfirman:
"Dab barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allahm sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan." (Al-Qur'an Surah Luqman: 22)
Posting Komentar untuk "Mau Barakah? Adakan Pesta Nikah Tanpa Syirik!"