Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pernikahan Sesuai Syari'ah Bagaimana Sih?

Sepuluh resepsi pernikahan dari sepuluh pasang pengantin akan diselenggarakan dengan sepuluh cara yang berbeda oleh masing-masing pengantin. Bagaimanapun jenis dan macam resepsi pernikahan yang diselenggarakan, berbagai hal perlu diputuskan dan dipilih oleh sepasang calon pengantin. Dari hal-hal yang memang penting seperti tempat diadakannya resepsi pernikahan, jasa katering, sampai hal-hal tambahan lain seperti jasa tata rias, jenis souvenir, model kartu undangan, dan sebagainya.

Gambar: http://www/liputan6.com
Menjelang hari-H, semakin banyak musyawarah, kian banyak hal yang perlu disepakati dan ditentukan bersama-sama, semakin banyak kompromi. Pilihan akan dijatuhkan berdasarkan apa yang paling pas untuk kedua calon pengantin dan keluarga dari kedua belah pihak.

Tetapi, di atas segala hal tersebut, sebenarnya ada hal yang paling penting untuk ditentukan dan disepakati bersama, yaitu bagaimana caranya agar resepsi pernikahan yang akan diselenggarakan ini paling pas dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini tentunya merupakan satu-satunya hal yang tidak dapat dikompromikan. Dengan begitu, insya Allah, keberkahan Allah akan turut hadir di dalam resepsi pernikahan kita.

Dengan keberkahan Allah menghiasi pernikahan kita, maka makanan yang sederhana pun terasa lezat dan berlimpah, tempat yang sederhana terasa lapang, hujan doa melimpahi, dan insya Allah berkah tersebut mengikuti pasangan pengantin dalam membangun rumah tangga yang penuh ketenteraman, cinta dan kasih sayang. Sebaliknya, tanpa berkah Allah, sebuah resepsi pernikahan yang megah dan mewah pun akan terasa serba kurang dan 'kering' dengan doa.

Jadi, sebelum 'menyelidiki' dan mempelajari jasa katering mana yang menyajikan makanan yang paling enak, murah dan meriah, atau tempat resepsi mana yang paling nyaman dan strategis untuk para tamu undangan, yuk terlebih dahulu kita 'selidiki' dan pelajari hal-hal apa saja yang dapat menghiasi langkah awal kita memasuki gerbang pernikahan dengan keberkahan dan ridha Allah.

UMUMKANLAH PERNIKAHAN!

Resepsi pernikahan merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, "Untuk sepasang pengantin harus diadakan walimah" (HR. Ahmad)

Arti dari walimah atau walimatul urusy adalah pengumuman atau resepsi atau pesta pernikahan yang diselenggarakan ketika akad nikah sudah selesai dilaksanakan. Anas bin Malik radhiyallahu'anhu berkata, "Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menikahi seorang perempuan, beliau mengutus saya agar mengundang orang-orang untuk menghadiri jamuan makan." (HR. Bukhari)

Tujuan dari walimah yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah untuk menyusahkan, apalagi untuk memamerkan kekayaan, berpesta pora dan berlebih-lebihan. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan membolehkan mengadakan resepsi walaupun hanya dengan seekor daging kambing. Jadi, jamuan makan yang disediakan hendaknya sesuai dengan kemampuan pengantin.

Untuk itulah Islam melarang umatnya untuk mengadakan akad nikah secara diam-diam, terutama setelah dukhul (masuk) pengantin. Dukhul ini baik dalam artian masuknya suami dan istri bersama ke rumah mereka berdua, maupun dalam artian jima' atau bercampurnya suami dan istri.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "...umumkanlah pernikahan...! (HR. Ibnu Hibban). Karena tujuan dari walimah atau resepsi pernikahan adalah agar masyarakat mengetahui pernikahan yang berlangsung, sehingga tidak terjadi fitnah di kemudian hari terhadap dua orang yang menikah tersebut.

Sebagaimana yang diperintahkan Nabi kepada Abdurrahman bin Auf dan berdasarkan hadits yang dibawakan Buraidah Ibnul Khashif, katanya: "Ketika Ali meminang Fatimah radhiyallahu'anham maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kedua mempelai harus mengadakan pesta perkawinan (walimah).

Selanjutnya Sa'ad berkata: Saya akan menyumbang seekor kambing. Yang lain menyahut: "Saya akan menyumbangkan gandum sekian..sekian." Maka terkumpullah dari kelompok kaum Anshar sekian gandum." (Riwayat Ahmad dan Thabrani)

Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak hanya mengharuskan diadakannya walimah, tetapi juga mengenai bagaimana seharusnya dalam penyelenggaraannya kaum Muslimin saling membanty dan menyumbangkan makanan untuk dihidangkan pada saat resepsi. Hal ini tentu saja dapat memberikan kemudahan dan meringankan beban calon pengantin dan keluarganya.

HARUSKAH MEWAH?

Tidak ada satu pun tuntunan atau petunjuk dari Al-Qur'an maupun hadits yang menunjukkan, bermewah-mewahan dan melakukan pemborosan dalam menyelenggarakan resepsi pernikahan akan mengundang keberkahan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Malahan, dalam Al-Qur'an surat Al-Israa ayat 27, Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu ingkar kepada Tuhannya." Walaupun begitu, sangat disayangkan, masih banyak kaum Muslimin yang memimpikan sebuah resepsi pernikahan yang megah dan mewah.

Kita berlindung kepada Allah dari musibah berupa kemewahan yang tidak membawa keberkahan. Ajaran dalam agama Islam memang tidak pernah mengharuskan penyelenggaraan resepsi pernikahan yang mewah atau megah. Untuk tempat, cukuplah diadakan di masjid atau di rumah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Umumkanlah pernikahan ini. Adakanlah di dalam masjid. Dan meriahkanlah dengan pukulan rebana." (HR. Ahmad)

"Ketika Abu Usaid As Sa'idi menikah, dia mengundang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat ke rumahnya..." (HR. Bukhari). Sementara itu, untuk jasa katering, tidak perlu makanan yang berlimpah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan bersabda, "Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing..." (HR. Bukhari)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Tidaklah aku saksikan bagaimana Rasulullah menyelenggarakan walimah untuk isteri beliau seperti yang aku saksikan saat beliau menikahi Zainab. Beliau menyembelih seekor kambing." (Anas berkata, "Beliau menjamu para tamu dengan roti dan daging sampai tidak habis"). (HR. Bukhari)

Dapat kita lihat bagaimana dengan keberkahan Allah, seekor kambing dapat memenuhi kebutuhan semua tamu undangan. Itu semua tidak akan terjadi tanpa adanya berkah dan karamah Allah.

Tidak menyediakan daging sebagai hidangan resepsi pun tidak mengapa. Dari Anas bin Malik, ia radhiyallahu' anhu berkata, "...Dalam walimah tersebut tidak terhidang roti maupun daging. Saya hanya disuruh oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengambil alas makan dari lembaran kulit yang disamak rapi, lalu saya hamparkan. Kemudian saya meletakkan kurma, keju, dan minyak samin di alas makan itu. (Lalu para tamu makan hingga mereka kenyang). (HR. Bukhari)

HANYA UNTUK SI KAYA?

Selain dari itu, janganlah kita menjadikan hidangan yang kita sajikan menjadi sejelek-jelek makanan, karena hanya menyajikannya untuk orang-orang kaya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sejelek-jelek makanan adalah hidangan walimah yang orang-orang kaya diundang menghadirinya, tetapi orang-orang miskin tidak diundang." (HR. Muslim)

Bahkan, tidak ada salahnya mengadakan resepsi pernikahan di sebuah panti asuhan, bukan? Di dalamnya, belasan bahkan puluhan anak yatim dapat turut mendoakan keberkahan untuk pasangan pengantin. Sungguh indah.

CAMPUR BAUR LELAKI DAN PEREMPUAN

Saat ini, dalam suatu resepsi pernikahan, hiburan-hiburan yang mengundang maksiat seperti joget-joget dangdut, kadang justru dianggap menyenangkan, segar dan lucu. Padahal ada satu hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang seharusnya cukup membuat semua orang banyak meminta ampun dan berhenti menyajikan hiburan-hiburan semacam itu.

"Barangsiapa yang sengaja duduk memerhatikan seorang penyanyi perempuan atau tarian penari perempuan dan mendengar nyanyiannya, pasti Allah akan menuangkan cairan timah panas ke dalam telinganya pada hari kiamat." (HR. Ibnu as-Sakir)

Sebenarnya Islam tidaklah melarang adanya hiburan, asalkan penyajinya menjaga penampilan sesuai syari'ah. Tidak boleh ada pujian terhadap hal yang haram seperti khamr, tidak boleh syairnya mengisahkan nikmatnya hal yang haram, dan tidak terjadi ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan.

Tidak hanya bentuk hiburan yang perlu diperhatikan, kebanyakan para tamu undangan pun, baik laki-laki maupun perempuan, tidak jarang berdandan dan berhias secantik atau segagah mungkin agar terlihat menarik dan diperhatikan oleh tamu-tamu undangan lain, terutama lawan jenis. Ada yang kemudian memang berhasil berkenalan, berjabat tangan, dan bercanda-canda. Sayang sekali bukan.... Bila pernikahan yang tadinya diniatkan untuk menjalankan separuh agama dan menjaga diri dari maksiat, malah membuka gerbang kemaksiatan pada langkah awalnya.

KEMESRAAN PRA-NIKAH

Tidak hanya di kartu undangan, pada saat acara resepsi pernikahan, setiap tamu yang masuk akan "disuguhi" serangkaian foto-foto pra pernikahan yang mesra. Ada yang saling bersandaran, berboncengan motor - tentu saja dengan gelayut mesra calon pengantin perempuan di pinggang calon pengantin laki-laki, serta foto kedua calon pengantin saling bergandengan tangan sambil tersenyum dan berpandang-pandangan. Masih banyak lagi "pameran" foto pra-pernikahan yang dijejer berbaris dengan rapi, menemani setiap langkah para tamu undangan memasuki gedung pernikahan.

Hal ini pun sudah dianggap sangat lumrah. Tidak sedikit orang yang melihat malah menganggapnya indah dan romantis. Jasa-jasa fotografi pernikahan pun hampir semuanya menyediakan jasa foto pra pernikahan. Padahal apalah artinya menunda hal tersebut setelah terucap ijab qabul, setelah itu semua dihalalkan.

Karena, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh, seandainya ditusukkan jarum besi di kepala salah seorang di antara kalian adalah lebih baik bagi dirinya bersentuhan dengan wanita yang tidak halal baginya" (HR. Ath-Thabrani)

MENGUNDANG BERKAH ALLAH

Dalam banyak pesta pernikahan, biasanya kedua pengantin "dipajang rapi" di atas panggung. Para tamu hanya dapat menyalami pengantin, kemudian berlalu begitu saja.  Namun kedua mempelai boleh turut melayani dan "turun" bercengkerama dengan tamu. Indah sekali. Karena suasana yang penuh keakraban seperti ini, kedua mempelai dapat dengan leluasa bersilaturrahim, saling berkasih sayang dan menerima doa-doa keberkahan dari para tamu.

Memang mempelai wanita tidak dilarang melayani para undangan termasuk tamu pria, dengan syarat berpakaian lengkap sesuai tuntunan Islam dan tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.

Hal ini sebagaimana hadits riwayat Bukhari, "Ketika Abu Usaid As Sa'idi menikah, dia mengundang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Istrinya, yaitu Ummu Usaid, ia membuat makanan dan menyuguhkannya kepada mereka. Ia merendam kurma di dalam bejana kecil pada malam harinya. Setelah Rasulullah selesai makan, Ummu Usaid mengaduk rendaman kurma itu lalu menyuguhkannya kepada beliau (sebagai hidangan pencuci mulut)."

Dengan dandanan dan busana yang sederhana kedua mempelai menikmati hiburan-hiburan berupa lagu-lagu nasyid yang tidak mendendangkan kemaksiatan. Beberapa tamu bahkan asyik bernyanyi dan menari. Hal ini tentu tidak masalah karena terpisahnya tempat antara tamu laki-laki dan perempuan.

Saat adzan berkumandang, maka pengantin dan tamu laki-laki yang hadir segera berangkat bersama ke masjid sekitar rumah, sementara pengantin dan para tamu wanita shalat di dalam rumah. Memang, sungguh tidak masuk akal bukan, bila pengantin berharap agar pernikahannya diberkahi Allah, tetapi kemudian menjamak shalatnya, apalagi dengan alasan takut make-up luntur!

ASING?

Subhanallah, betapa indahnya. Tentu saja tidak harus persis pernikahan mereka. Tetapi hendaklah setiap pernikahan dimulai dengan niat untuk mengundang berkah Allah terlebih dahulu. Hendaklah setiap pernikahan dimulai dengan nama Allah, dan dilanjutkan dengan mempelajari hal-hal apa saja yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Mungkin tidak biasa atau tidak lazim alias asing di tengah masyarakat. Mungkin akan ada beberapa wajah penuh tanya dan dahi yang mengernyit, bahkan mungkin dari anggota keluarga sendiri. Tapi tak masalah, karena semua dimulai dengan nama Allah, maka saat itu insya Allah, bantuan Allah akan datang dan mempermudah usaha da'wah pertama kita sebagai pasangan suami istri, dalam jangka mencapai ridha-Nya.




Dikutip dari Majalah Alia, oleh: Erika Elifiani

Posting Komentar untuk "Pernikahan Sesuai Syari'ah Bagaimana Sih?"