Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa Batasan Maskawin Pernikahan?

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mush’ab, ia menuturkan; Pada suatu hari Umar bin Al-Khathab berdiri di atas mimbar dan berkata,
“Janganlah kamu memberikan mahar kepada para istri lebih dari empat puluh auqiyah, walaupun ia putri seorang bangsawan (yang dimaksud ialah Yazid bin Al-Hushain Al-Haritsi). Barangsiapa yang melebihi dari jumlah itu, aku akan menyerahkannya ke kas negara.”
Cincin kawin
Gambar: pexels.com
Lalu ada seorang wanita berdiri mendongak dari celah-celah barisan kaum wanita dan menyelanya,
“Wahai Umar, apa yang Anda katakan itu hal yang tidak benar.”

Umar bertanya, “Kenapa?”

Wanita itu menjawab, 
“Karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman,

وَّاٰتَيْتُمْ اِحْدٰىهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوْا مِنْهُ شَيْـًٔا

“…sedangkan kamu telah memberikan kepada salah seorang di antara istri-istrimu itu harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikit pun.”

Kemudian Umar berkata, 
“Benar apa kata wanita itu, dan Umar yang salah.”
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Umar Radhiyallahu Anhu berkata, 
“Semua orang lebih pintar daripada Umar.” 
Ia kemudian menarik kembali ucapannya.

Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali Rahimahullah mengata kan, “Apa yang dikatakan oleh Umar tersebut bukan menunjukkan larangan atau keharaman, melainkan sebagai upaya pendidikan atau himbauan. Karena, manusia cenderung bersaing besar-besaran dalam hal maskawin, sehingga ada seorang wanita yang maskawinnya sampai dalam jumlah yang sangat besar.

Atha’ pernah ditanya tentang seorang lelaki yang memberikan maskawin sangat besar kepada seorang wanita, apakah penguasa berhak mencegahnya? Atha’ menjawab, “Tidak.”

Disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa ketika menikahi Ummu Kultsum binti Ali Radhiyallahu Anhu, Umar memberikan maskawin sebanyak empat puluh ribu dirham.

Dan ketika menikahi putri Hani’ bin Qabishah, Urwah Al-Bariqi memberikan maskawin sebesar empat puluh ribu dirham. 

Diriwayatkan dari Ghailan bin Jarir, sesungguhnya Mutharrif menikahi seorang wanita dengan maskawin sebesar sepuluh ribu auqiyah.
Para ulama tidak suka atas maskawin yang sangat mahal seperti upah pelacur.

Iyadh Rahimahullah dalam kitabnya Al-Akmal mengatakan, “Semua ulama sepakat bahwa tidak ada batasan mengenai jumlah tertinggi maskawin.”

Mahar Terendah

Menurut para ulama dari kalangan madzhab Asy-Syafi’i, segala sesuatu yang punya nilai untuk membeli apa saja, maka ia boleh dijadikan sebagai maskawin.

Al-Hushni Rahimahullah mengatakan,
“Tidak ada ketentuan mengenai maskawin tertinggi maupun terendah. Bahkan segala sesuatu yang punya nilai tukar atau berupa jasa itu boleh dijadikan sebagai maskawin" (Kifayat Al-Akhyar) 
Dalam hal ini hujjah mereka ialah sebagai berikut:
1. Firman Allah Ta’ala,

وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ
“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu.” (Al-Baqarah: 237)
Kalimat Faridhah atau maskawin yang bentuknya isim nakirah itu memiliki pengertian umum, sehingga bisa mencakup yang banyak maupun yang sedikit.

2. Sabda Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits yang cukup panjang,

الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدِ
“Carilah, walau hanya sebuah cincin dari besi.”
Dan pada bagian akhir hadits tersebut disebutkan,
“Aku nikahkan kamu kepadanya dengan menggunakan maskawin hafalan Al-Qur`an yang kamu punyai.” 
Ini menunjukkan bahwa maskawin itu bisa berupa jasa.

3. Hadits Amir bin Rabi’ah
Sesungguhnya seorang wanita dari Bani Fazarah dinikahi dengan maskawin berupa sepasang terompah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada wanita itu, 
“Apakah kamu rela dirimu dihargai dengan sepasang terompah?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu memperbolehkannya (Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang menganggapnya hadits shahih No. 1113, dan oleh Ahmad No. 15714)
4. Riwayat dari Umar
Ia menuturkan; Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Berikanlah ala’iq.” Seorang sahabat bertanya, “Apa itu ala’iq?” Beliau bersabda, “Yang dapat membuat senang keluarga." (Diketengahkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Talkhish No. 1550. Katanya, isnad hadits ini sangat lemah)



Disadur dari buku "Kado Pernikahan", Karya Syaikh Hafizh Ali Syuaisyi’, terbitan Pustaka Al-Kautsar.

Posting Komentar untuk "Apa Batasan Maskawin Pernikahan?"