Belajar Menjadi Menantu Dan Ipar Berakhlak Mulia
Saat dua orang menikah, maka hubungan pertalian yang terbentuk bukanlah saja antara seorang laki-laki dan perempuan, tetapi juga antara dua keluarga, ijab qabul terucap, dia menjadi seorang istri, menantu, saudara ipar.
Saat memasuki rumah barunya untuk pertama kali, sang istri merasakan betul ketegangan yang membara. Mertua dan iparnya sedang duduk berdampingan di ruang tamu, menatapnya melotot penuh kebencian. "Ini dia, perempuan yang merebut anak laki-lakiku!" bisik si mertua kepada anaknya yang mengangguk-angguk penuh semangat. Kejadian di atas bukanlah kejadian nyata. Tetapi, bila Anda sering menonton film atau sinetron, Anda akan seringkali menemukan adegan tersebut.
![]() |
Gambar: http://dpbbmlucu.co |
Stigma yang begitu buruk mengenai 'kejamnya' mertua - terutama ibu mertua - memang telah sedemikian mengakar di masyarakat kita. Padahal tidak selalu begitu, dan tidak harus begitu. Kalau kita pikir-pikir lagi, ibu mertua adalah seseorang yang merawat orang yang saat ini begitu kita cintai. Ibu mertua adalah orang yang dengan penuh kasih dan susah payah membesarkan orang yang saat ini menjadi imam kita dalam rumah tangga, mendidik teman hidup dan teman mati kita dengan susah payah. Selayaknyalah kita menyayangi dan mencintainya, selayaknyalah kita berusaha untuk memahami, melayani dan menghormatinya sebagaimana ibu dan orangtua kita sendiri.
Pertama-tama yang harus Anda lakukan adalah berdoa kepada Allah yang memegang hati manusia, untuk selalu menjaga ketentraman dan keharmonisan hubungan Anda dan mertua. Lalu tanggalkanlah stigma buruk yang ada mengenai hubungan antara mertua dan menantu. Sayangi dan hormatilah mertua Anda dengan segala kelebihan dan kekurangannya. "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa..." (Al-Qur'an Surah Al-Hujuraar: 12)
Selanjutnya jadikanlah suami Anda seorang guru dan jembatan dalam menjalin hubungan dengan mertua. Dari suami Anda, yang notabene adalah anaknya. Anda bisa dengan cepat mempelajari apa yang kira-kira disukainya atau tidak disukainya, menyenangkan atau menyusahkan hatinya, hal-hal yang diharapkannya dari Anda, dan sebagaimana. Jangan sampai niat baik kita malah menciptakan keresahan di hati mertua.
Misalkan si Lisa dan Haryo adalah pengantin baru yang masih hidup menumpang di rumah orangtua Haryo. Sebagai seorang menantu, Lisa berusaha membantu sebanyak mungkin. Dari mulai bersih-bersih sampai masak di pagi hari. Hal ini ternyata malah membuat ibu mertuanya sangat tidak nyaman. Dia merasa dapurnya "diambil-alih". Lalu muncullah perasaan-perasaan tidak lagi berguna atau tidak lagi dibutuhkan dan sebagainya.
Hal ini tentu saja tidak perlu terjadi bila kedua pasangan terlebih dahulu berdiskusi dan berkomunikasi mengenai apa-apa saja hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan serta apa saja peraturan, kebiasaan dan tradisi yang dihargai dan tidak dihargai dalam rumah tersebut.
SANTUN
Di luar dari hal itu, tentu saja ada beberapa kesantunan dan perilaku yang sebaiknya kita lakukan kepada mertua, sebagai orangtua 'baru' kita, yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
- Berbuat baik kepada keduanya baik dengan perkataan atau perbuatan. Seperti misalnya, memandang dengan rasa kasih sayang dan bersikap lemah lembut kepada mereka. Allah berfirman, 'Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang." (Al-Qur'an Surah Al-Israa: 23)
Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia. Rasulullah bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Maka jawab laki-laki itu, "Ini ayahku". Rasulullah kemudian bersabda, "Janganlah kamu berjalan di depannya, janganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarangan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat cacian dari orang lain." (Imam Ath-Thabari dalam kitab Al-Ausath)
- Tidak mengabaikan, menyakiti, meremehkan, memandang dengan marah, mengucapkan kata-kata yang menyakiti perasaan, sebagaimana disinggung dalam Al-Qur'an: "Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan 'ah' kepada orang tua." (Al-Qur'an Surah Al-Israa': 23)
- Mendoakan keduanya baik semasa hidupnya ataupun sesudah meninggalnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al-Qur'an Surah Al-Israa': 24)
IPAR = MAUT
Peran lain yang otomatis tersandung saat seseorang menikah adalah peran sebagai saudara ipar. Betapa banyak dari kita yang merasa 'cuek' menjaga aurat di depan ipar kita yang berlawanan jenis, karena menganggap mereka itu sudah menjadi saudata sendiri.
Misalkan si Naila yang setelah menikah harus tinggal bersama dengan adik laki-laki suaminya yang menumpang di rumah mereka. Karena merasa seperti saudara sendiri, Naila bebas saja berlalu-lalang di depan adik iparnya tanpa menutup aurat. Yang lebih gawat lagi, suami Naila pergi bekerja dari pagi sampai malam hari, sementara adik iparnya masih menganggur. Lama kelamaan, dari perasaan nyaman, muncul perasaan suka dan sayang dari keduanya. Na'udzubillah.
Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "al Hamwu al mautu, ipar adalah kematian" (HR. Bukhari dan Muslim). Maka waspadalah terhadap mereka, sebagimana kita berwaspada terhadap kematian. Jagalah aurat dan diri kita di hadapan mereka.
Dikutip dari Majalah Aulia, oleh: Erika Elifiani
Posting Komentar untuk "Belajar Menjadi Menantu Dan Ipar Berakhlak Mulia"