Bersahabat Dengan Malaikat
Mengapa membatasi diskusi kita tentang persahabatan hanya dengan sesama manusia? Mengapa tidak berusaha bersahabat dengan Allah Ta'ala yang Mahamenciptakan dan Mahamenguasai segala sesuatu? Dalam salah satu tulisan lain pada kesempatan kali ini, kita membahas tentang betapa taqwa seseorang menjadikannya layak untuk menjadi 'aulia, alias teman Allah.
Nah, masih berbicara soal persahabatan, kami mengajak Sahabat untuk berpikir tentang membangun persahabatan dengan para malaikat - makhluk Allah yang berada di sekitar kita 24 jam dalam sehari. Yang tahu semua hal yang kita lakukan, rasakan, pikirkan, jauh lebih baik daripada yang diketahui oleh sahabat kita sesama manusia.
![]() |
Gambar: http://www.walijo.com |
KUNCINYA RASA MALU
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyatakan betapa banyaknya sesungguhnya cabang iman - yakni keyakinan akan keesaan dan kemahaberkuasaan Allah itu - dan salah satu dari cabang iman itu adalah 'haya atau rasa malu. Sifat malu adalah bagian dari akhlak mulia yang harus dimiliki setiap muslim. Rasulullah pernah berkata, "Setiap agama memiliki etika dan etika (utama agama) Islam adalah rasa malu." (HR. Ibnu Majah)
Maksud hadits shahih ini adalah bahwa rasa malu merupakan penyempurna akhlaq yang mulia bagi umat Islam. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus Allah sebagai penyempurna akhlaq? Ibnu Qayyim berkata, "Kata al-Haya'u yang bermakna 'malu' diambil dari kata 'al-Hayah' yang bermakna 'kehidupan'. Hal itu bermakna sejauh mana hati itu masih hidup, sejauh itu pula kekuatan malu bersemayam di hati. Kurangnya rasa malu adalah indikasi matinya hati dan ruh seseorang. Setiap kali hati menjadi lebih hidup, maka rasa malu akan menjadi lebih sempurna."
Malu itu sendiri didefinisikan sebagai suatu perangai yang dapat menolong seseorang meninggalkan hal-hal buruk dan mencegahnya dari kelengahan dalam memenuhi hak siapa pun yang memiliki hak. Rasa malu membatasi jiwa karena takut terjerumus pada keburukan dan sebagai bentuk dari kehati-hatian terhadap celaan dan ejekan.
Ibnu Qayyim lalu membagi rasa malu menjadi sepuluh bentuk:
1. Malu Bertindak Kriminal
Contohnya adalah Wahsyi, si budak yang diupah Hindun untuk membunuh Hamzah, pamanda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Malu karena Merasa Lemah
Inilah rasa malu yang dicontohkan para malaikat yang senantiasa bertasbih siang dan malam tanpa bosan. Ketika tiba Kiamat mereka akan berkata, "Mahasuci Engkau wahai Tuhan, kami tidaklah beribadah kepada-Mu, melainkan dengan sebenar-benarnya."
3. Malu karena Penghormatan
Ini malu yang disebabkan karena seseorang sudah mulai mengenal Allah.
4. Malu karena Kemuliaan
Ini seperti rasa malunya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diundang menghadiri acara walimah Zainab. Para tetamu berlama-lama duduk di rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sampai kemudian beliau bangkit karena malu untuk menyuruh mereka pulang.
5. Malu karena Malu-malu
Ini seperti malunya Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu yang terlalu malu untuk bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang madzi - cairan yang keluar dari kelaminnya - sehingga minta seorang sahabat lain untuk menanyakannya.
6. Malu karena Merasa Rendah dan Hina
Inilah malunya seorang hamba kepada Tuhannya ketika dia memohon agar Allah mengabulkan semua kebutuhannya. Dalam sebuah riwayat, Nabi Musa 'alaihissalam pernah berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku memiliki beberapa kebutuhan dunia tapi aku malu untuk memintanya kepadaMu." Maka Allah pun berfirman, "Mintalah kepadaku sehingga adonanmu menjadi asin dan kambingmu menjadi gemuk." Rasa malu ini disebabkan dua hal:
a. Orang yang memohon memandang dirinya rendah dan memandang besar semua dosa dan kesalahannya.
b. Orang yang memohon merasa bahwa pertanggungjawabannya sangat besar.
7. Malu karena Cinta
Ini sifat pemalu yang dimiliki seorang pecinta kepada yang dicintainya. Sehingga ketika Zat yang dicintai itu terlintas di dalam batin si pecinta di saat kesepian, dari lubuk hatinya rasa malu itu pun akan bergejolak.
8. Malu sebagai Hamba
Ras malu sebagai hamba adalah rasa malu seseorang yang bercampur dengan cinta, takut, dan kesadaran bahwa penghambaan yang dia lakukan sudah layak bagi Zat yang dia sembah.
9. Malu Mendapatkan Kelebihan
Ini muncul dari jiwa yang besar ketika memperoleh sesuatu yang tidak sebanding dengan kemampuannya, baik berupa pengorbanan, pemberian dan perbuatan baik. Orang yang berjiwa seperti ini akan merasa malu.
10. Malu kepada Diri Sendiri
Ini muncul dari sekeping jiwa yang mulia, agung dan luhur. Rasa malu ini juga muncul karena kerelaannya terhadap kealpaan yang dilakukannya.
YANG MULIA, YANG TERCELA
Tidak semua rasa malu itu bagian dari akhlaq mulia. Ada juga rasa malu yang tercela, misalnya malu menuntut ilmu sehingga bodoh. Imam Bukhari mengatakan bahwa Mujahid berkata, "Orang yang malu dan sombong tidak akan menuntut ilmu." 'Aisyah berkata, "Sebaik-baiknya wanita adalah wanita Anshar, mereka tidak malu untuk belajar dalam rangka memahami agama."
Ada malu yang mulia, yakni rasa malu kepada Allah. Satu lagi, rasa malu kepada malaikat, akan kita bahas di sini sebagai bagian dari ikhtiar kita bersahabat dengan malaikat.
AHLAQ MALAIKAT
Malu adalah salah satu akhlaq malaikat. Karenanya di dalam Shahih Muslim ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahi 'alaihi wa sallam pernah berkata, "Tidakkah selayaknya bagiku untuk merasa malu kepada seorang laki-laki yang malaikat saja malu kepadanya?" Beliau tengah berkata tentang seorang sahabat beliau yang dikenal pemalu dan sangat lembut hati, Utsman bin Affan.
Dalam berbagai hadits lain digambarkan akhlaq para malaikat termasuk Jibril yang tak mau memasuki rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyampaikan wahyu dari Allah karena ketika itu 'Aisyah sedang tidak berhijab.
Salah satu ulama salaf (pendahulu) mengatakan bahwa jika seorang hamba berada di pagi hari, maka malaikat dan setan bergegas menghampirinya. Jika dia mengingat Allah Ta'ala, bertakbir, bertasbih dan bertahmid, maka malikat akan mengusir setan itu dan melindungi si hamba itu. Jika seorang hamba tidak melakukan hal itu, maka malaikat meninggalkannya dan gantilah setan datang menghampirinya. Karena itulah, Sahabat, penting sekali bagi kita semua untuk menjaga dzikir kita pagi dan petang.
Malaikat berada di dekat seorang hamba sampai si hamba Allah ini menjadi teguh, taat, dan dapat menguasai diri. Malaikat akan menjaganya ketika dia hidup dan mati, bahkan ketika dia dibangkitkan. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang berkata, 'Tuhan kami adalah Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat." (Surah Fushilat: 30-31)
Jika malaikat sudah melindungi seseorang maka itu artinya orang itu dilindungi oleh makhluk paling tulus, paling bermanfaat, paling baik... Allah menyampaikan dalam firman-Nya, Al-Quran Surah al-Anfal: 12,
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka."
Malaikat akan meneguhkan keimanannya dengan ucapan yang teguh, yaitu laa ilaha illallah. Ucapan inilah yang paling dibutuhkan manusia selama hidup di dunia dan sesudah matinya ketika malaikat menanyainya dalam kubur.
PERSAHABATAN
Persahabatan dengan malaikat adalah persahabatan yang paling bermanfaat. Dia akan melindung hamba tersebut dalam berbagai situasi, berbagai waktu. Malaikat akan menemaninya ketika dia kesepian, mengajaknya berbicara saat sendirian, memerangi musuhnya, membelanya, mengantarkannya kepada kebaikan dan kebenaran.
Dalam Ensiklopedia Ahlaq Muhammad SW (Pena), Mahmud al-Mishri menggambarkan betapa bila malaikat sudah dekat dengan seorang hamba, maka hamba tersebut akan berbicara seperti apa yang dibicarakan sang malaikat. Malaikat akan memberikannya kemampuan lisan untuk berkata benar. Namun jika malaikat menjauhi seorang hamba, setanlah yang datang mendekat.
Malaikat akan membela dan menolong seorang hamba Allah ketika ada orang bodoh yang membodohi dan menghinanya. Hal ini seperti kisah ketika ada dua orang lelaki beperkara kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah satu dari keduanya mencela yang lain, sementara yang dicela berdiam diri. Beberapa saat kemudian, si orang yang kedua membuka mulut dan mulai bicara. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bangkit meninggalkan mereka. Si orang yang kedua bertanya, mengapa beliau meninggalkan mereka. Maka beliau bersabda,
"Malaikat telah membelamu. Ketika kamu menjawab kata-kata (lawanmu), setan pun datang. Sebab itu, aku tidak mau (terus) duduk." (HR. Abu Daud, hasan)
Saat seorang Muslim diam-diam mendoakan saudarnya, maka malaikat hadir dan mengaminkan doanya seraya menambahkan doa mereka sendiri, "Semoga kamu dapatkan hal yang sama dengan yang kamu doakan bagi saudaramu." (HR. Muslim)
Jika seorang hamba yang berbuat dosa tapi mengesakan Allah, mengikuti jalan-Nya dan sunnah Nabi-Nya, maka para penjaga Arasy (tempat bersemayam Allah) dan semua yang berada di sekitarnya akan memohon ampunan untuk hamba tersebut...
Jadi tunggu apa lagi? Mari mencari sahabat di kalangan para malaikat...
Posting Komentar untuk "Bersahabat Dengan Malaikat"