Berbagai Macam Dalih Pernikahan
Pandangan laki-laki terhadap wanita (istri) berbeda beda. Karena itu, cara interaksi dan pola perilaku mereka terhadap istri juga berbeda-beda.
Gambar: unsplash.com |
- Ada laki-laki yang memandang istri hanya sebagai wadah atau alat untuk memproduksi anak yang nantinya akan dia bangga-banggakan di depan orang lain, dan tidak memahami bahwa istri juga manusia yang memiliki kepribadian, perasaan, dan harapan.
- Ada laki-laki yang memandang istri hanya sebagai alat untuk memuaskan syahwat dan naluri hewaninya saja, sehingga dia memperlakukan istrinya layaknya boneka bergerak untuk memenuhi dan memuaskan nafsu seks tanpa memperhatikan hal-hal lain.
- Ada laki-laki yang memandang istri sebagai solusi dan cara yang ampuh untuk membayar hutang. Jika dia terjerat hutang, dikejar-kejar debt collector, dan takut dijebloskan ke dalam penjara, maka ide yang muncul di benaknya adalah menikahi wanita kaya atau wanita karir dengan gaji besar. Semakin besar kekayaan atau gaji wanita itu, maka hasratnya untuk memburu dan mengejar wanita itu semakin besar. Jika hutangnya sudah lunas, maka dia mungkin mempertahankan wanita itu dengan syarat diberikan kompensasi uang atau keistimewaan yang tidak didapat pengusaha besar sekalipun. Atau, mungkin juga dia menceraikan wanita itu, lalu mencari korban lain.
- Ada laki-laki yang memandang istri sebagai pembantu yang harus selalu patuh, dengan tugas asasi; membersihkan rumah, memasak, mencuci, melahirkan anak. Itu saja tugas sang istri. Dia memandang istrinya sebagai mesin yang harus melaksanakan perintah dengan sempurna tanpa membantah. Jika istri yang tertindas itu hendak mengeluarkan pendapat atau urun rembug dalam masalah yang penting, dia mencela dan menganggap istrinya telah keluar batas dan pantas dihukum.
- Ada laki-laki yang menjadikan istri sebagai alat untuk membantah gunjingan orang. Dia sebenarnya tidak ingin menikah dan ingin —dalam anggapannya— tetap bebas. Persis seperti lalat yang hinggap dari satu kotoran ke kotoran lain. Satu hari menggoda satu gadis, hari lain menggoda gadis lain. Tapi, karena banyak orang yang menggunjing, “Mengapa dia tidak juga menikah?” maka dia pun menikah. Dia tidak menyadari bahwa istrinya juga manusia, punya hak-hak pada dirinya, dan dia memikul banyak kewajiban terhadap istrinya itu. Bayangkan, bagaimana sikap dan perlakuannya pada sang istri jika mentalitasnya seperti itu?
- Ada laki-laki yang menikahi seorang wanita karena adik perempuannya dinikahi kakak laki-laki wanita itu. Jadi, pernikahan itu sekadar pertukaran atau barter. Jika suami adiknya memperlakukan adiknya dengan baik, dia memperlakukan istrinya dengan baik. Jika suami adiknya menzhalimi adiknya, dia menzhalimi istrinya. Dan, jika suami adiknya menceraikan adiknya, dia pun menceraikan istrinya —walaupun istrinya tidak bersalah apa-apa—sebagai balasan bagi suami adiknya.
- Ada laki-laki yang menikahi seorang wanita karena ingin disebut sebagai “Menantu keluarga Fulan”, terutama jika keluarga wanita itu terpandang dan memiliki status yang terhormat. Bayangkan, bagaimana kehidupan wanita yang dinikahi bukan karena dirinya, melainkan karena nasab, kehormatan, dan status sosial keluarganya?
- Ada jenis suami yang sangat pendiam di rumah, tidak pernah mengobrol dengan istri. Begitu pulang dari tempat kerja, dia mengambil koran atau majalah, membuka halaman demi halaman, membaca semua berita, semua gosip, dan semua iklan. Setelah selesai, sambil menguap, dia membawa koran dan majalah itu ke kamar tidur, lalu membaringkan diri di ranjang tercinta yang sudah sangat dirindukannya. Sementara sang istri, seolah-olah wujudnya tidak ada, seolah-olah dia tidak punya keinginan dinikahi laki-laki yang mencintainya dengan tulus, mencurahkan kesetiaan dan kasih sayang kepadanya sepenuh hati, melengkapi dirinya, bercanda, bermain, dan bergurau dengannya, membagi cita-cita dan isi hati, merasakan kedukaannya, menjadi sandaran di kala berduka cita, dan dapat diajak bergembira di kala bersuka ria.
- Ada suami yang hanya bisa mengkritik dan melihat kekurangan dan kesalahan istri. Begitu sampai di rumah, dia mulai mengecam, memarahi, mencela, dan mencaci istri tanpa memperhatikan perasaan, menghormati selera, atau menghargai wujud istrinya sedikit pun. Dia mengatakan, Mengapa bau rumah seperti ini? Mengapa engkau tidak segera membuka pintu untukku? Mengapa anak-anak belum tidur? Serta 1001 mengapa lainnya. Karena itu, sang istri justru terdorong untuk malas merawat rumah, tidak senang dengan kepulangan suami yang hanya membawa kritik yang pedas, dan tidak pernah memberikan ucapan terima kasih atau melontarkan pujian sedikitpun atas jerih payahnya di rumah.
- Ada suami yang tega membiarkan istri sendirian dan kesepian menunggu kepulangannya dari bersenda gurau dengan teman-temannya sampai larut malam. Seandainya dia pulang dan mendapati istrinya telah berdandan dan berhias demi dirinya, sehingga istrinya itu laksana bulan purnama atau pengantin di hari pernikahan, maka yang dia lakukan cuma memandangi sang istri dari ujung kepala hingga ujung kaki sambil menyeringai dan berkata, “Percayalah, bagaimanapun kau jungkir balik berhias dan berdandan, betapa pun tebalnya bedak dan make up di wajahmu, engkau takkan secantik artis ini, takkan semenarik penyanyi itu.” Dia meninggalkan istrinya dengan sikap dingin dan merendahkan, lalu langsung tidur nyenyak. Sementara istri yang patah hati dan merana itu menangis sepanjang malam karena kerasnya benturan yang diberikan oleh sang suami yang kasar, yang menghabiskan malam bersama teman-temannya yang bejat untuk menonton saluran-saluran tv yang menayangkan film-film porno. Di film-film itu, sang suami telah menyaksikan berbagai jenis pelacur, sehingga dia tidak tertarik pada istrinya. Kecantikan istrinya tidak memesonanya lagi. Fitrahnya telah menyimpang. Dia meninggalkan apa yang halal dan baik, demi sesuatu yang haram dan nista.
- Ada suami yang lebih sibuk mengundang dan menjamu keluarga atau temannya. Dia adalah penerus Hatim Ath-Tha’i di zaman sekarang. Dia berkata kepada istrinya, “Hari ini, kita kedatangan bibi ini. Besok, kita kedatangan paman anu. Lusa, kita kedatangan temanku yang baru menikah. Tidak lama lagi, kita kedatangan direktur tempatku bekerja.” Seperti inilah rangkaian kemuliaan hati ala Hatim. Istrinya yang merana terpaksa menghabiskan sebagian besar waktunya di dapur di antara piring-piring dan alat-alat masak untuk menyiapkan hidangan dan jamuan bagi acara acara tersebut.
- Ada suami yang mempelakukan istri bagaikan batu yang bisu dan tidak punya perasaan. Dia bisa mencela dan memaki sang istri karena sebab yang sepele, tanpa mempertimbangkan perasaan istrinya sedikit pun. Boleh jadi dia menyerupakan istrinya dengan binatang dan memperlakukan istrinya seolah-olah pembantu. Bahkan, hatinya mungkin lebih menaruh belas kasihan terhadap pembantu, tapi terhadap istrinya, dia tidak ada menaruh perasaan itu sama sekali. Jika dia ingin melampiaskan gairah seks dan memuaskan hasrat badannya, barulah dia memperlakukan istrinya dengan lembut. Kata-kata yang indah —yang tidak pernah terdengar sebelumnya— meluncur dari mulutnya. Begitu selesai memuaskan syahwat, dia kembali kepada aslinya, berhati keras dan bermulut kasar, sampai tiba waktunya dia ingin memuaskan syahwatnya kembali.
- Ada segelintir suami yang baik —semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita salah seorang dari mereka, agar kita mendapat ridha-Nya karena telah melaksanakan perintah-Nya, “Dan, bergaullah dengan mereka (para istri) dengan baik” (An-Nisaa’: 19)
- Kekasih hati dan teman hidup.
- Pasangan dan pendamping sepanjang masa. Buah hati dan belahan jiwa.
- Bulan purnama dan sumber ketentraman.
- Lebih lembut daripada angin sepoi-sepoi, lebih setia daripada sahabat karib.
- Mata air kasih sayang dan lautan ketenangan.
- Cahaya mata dan pelipur lara.
- Pengobat jiwa dan penyembuh hati yang luka.
- Simbol kesetiaan dan pembangkit semangat.
- Ratu kecantikan yang melebihi khayalan.
- Kebaikan yang tak pernah pudar, kecintaan yang tak pernah pupus.
- Ibu bagi putra-putrinya, pencetak pahlawan, dan pendidik generasi mendatang.
Disadur dari buku "Untukmu yang Akan Menikah & Telah Menikah", Karya Syaikh Fuad Shalih, terbitan Pustaka Al-Kautsar.
Posting Komentar untuk "Berbagai Macam Dalih Pernikahan"